Senin, 12 Desember 2011

Transfer Pahala, Apakah Bisa?

Bismillah,
Dalam berbagai kesempatan, seringkali saya temukan pertanyaan2 berikut:
- bolehkah saya menghajikan ortu yg sudah meninggal?
- bolehkah saya bersedekah atas nama orang lain (yg sudah meninggal)?
- bolehkah saya berqurban atas nama orang tua yg sudah meninggal?
- jika saya membaca Al Fatihah, apakah pahalanya sampai untuk orang tua saya yg sudah meninggal?
Dan pertanyaan2 lain yang sejenis.
Dari beberapa rujukan yg pernah saya baca, ada perbedaan pendapat yg saya rasa bisa menimbulkan pertentangan dan perpecahan jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana.
Bagi kaum yg menganggap dirinya salaf, mereka benar2 ketat menyeleksi ataupun melakukan suatu ibadah. Jika tidak ada dalil yg shahih (menurut mereka), maka mereka akan menolak dengan keras dan membid’ahkannya. Sementara bagi mayoritas kaum muslim di Indonesia, yg notabene adalah kaum nadhiyin (pengikut NU), pertanyaan2 di atas merupakan hal yg esensial dan sudah seringkali dilakukan.
Berulangkali saya temui, terutama di Jakarta dan Bandung, menjelang sholat Jum’at para pengurus masjid mengumumkan shodaqoh sebesar X dan pahalanya untuk si fulan, fulan, dan fulan. Berikutnya juga pahala Fatihah untuk guru2 mereka, ortu, dst dst.
Nah, pertanyaannya, bagaimana sikap yg harus kita ambil? Apakah hendak mengamalkannya? Atau menolak dengan keras dan menganggapnya bid’ah?
Ada 3 pendapat mengenai pertanyaan2 di atas.
Pertama, menolak amalan2 di atas. Dengan kata lain, pahala tidaklah bisa dikirim/ditransfer ke orang yg sudah meninggal. Banyak dalil yang mendukung pendapat ini, terutama hadits Rasululloh SAW “Apakah anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”
Dalil2 lainnya:
- “Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm(53):39)
- “ALLOH SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.” (QS Al Baqarah(2):286)
- “Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya; dan ALLOH Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran(3):115)
Kedua, ada amalan yg akan sampai ke org yg sudah meninggal, ada yg tdk sampai. Amalan2 yg dianggap bisa mentransfer pahala adalah amalan2 yg menggunakan harta.
Maksudnya begini. Ortu si Fulan sudah meninggal. ALLOH SWT mengkaruniai Fulan dengan harta yg banyak. Maka saat Fulan beramal dengan hartanya, misalnya sedekah, haji, qurban, dia bisa mentransfer pahalanya untuk kedua ortunya.
Sementara, jika Fulan membaca Fatihah atau Al Qur’an, atau sholat maka pahalanya tidak akan bisa ditransfer.
Beberapa dalil yang mendukung pendapat ini adalah:
- Dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Rasululloh SAW unntuk bertanya,”Wahai Rasululloh SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?” Rasululloh SAW menjawab,”Ya”. Saad berkata,”Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya”.
- Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Rasululloh SAW dan bertanya,”Sesungguhnya ibuku nadzar untuk haji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?” Rasululloh SAW menjawab,”Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang ALLOH SWT, karena hutang ALLOH SWT lebih berhak untuk dibayar.”
Untuk ibadah haji ini, ada yg mengsyaratkan bahwa ortunya sudah pernah berniat haji, namun keburu dipanggil ALLOH SWT.
Ketiga, semua amalan bisa ditransfer pahalanya.
Beberapa dalilnya:
- Dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Rasululloh SAW unntuk bertanya,”Wahai Rasululloh SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?” Rasululloh SAW menjawab,”Ya”. Saad berkata,”Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya”.
- Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasululloh SAW bersabda,”Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum maka keluarganya berpuasa untuknya.”
- Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Rasululloh SAW dan bertanya,”Sesungguhnya ibuku nadzar untuk haji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?” Rasululloh SAW menjawab,”Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang ALLOH SWT, karena hutang ALLOH SWT lebih berhak untuk dibayar.”

- Dari Ma’qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasululloh SAW bersabda,”Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian.” (HR Abu Daud, An-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
- “Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai ALLOH SWT dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian.” (Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadits ini dianggap cacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.
- “Dari Abi Ad-Darda’ dan Abi Dzar ra. berkata, “Tidaklah seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali ALLOH SWT ringankan siksa untuknya.” (HR Ad-Dailami dengan sanad yang dhaif sekali)
- “Adalah Ibnu Umar ra. gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
Lalu, pendapat mana yang paling benar?
Saudara2ku, semua pendapat mempunyai dalil yg sama2 kuat. Menurut saya, daripada sibuk menyalahkan orang lain, beribadahlah sesuai dengan pendapat yg kita yakini. Toh, semuanya mempunyai dalil, dan seperti saya tulis, insya ALLOH sama2 kuat. Jika menyalahkan pendapat lain dan menganggap dirinya paling benar, maka sesungguhnya dia tidak ada bedanya dengan Iblis yg menganggap Nabi Adam as lebih rendah karena dia terbuat dari api sementara Nabi Adam as dibuat hanya dari tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.