Jumat, 21 Januari 2011

Membangkinkan Rasa Takut Kepada Allah

Kata Syekh Iman Ghazali,''Takut itu cambuk Alla. dengan cambuk ini, digiringlah hamba-hambanya untuk selalu tetap tekun pada ilmu dan amal. Dengan ilmu dan amal, supaya mereka mendapat maqam 
( derajat) di sisi Allah,''

Kadar takut yang dimiliki oleh manusia itu bertingkat-tingkat.
Tingkat yang paling rendah adalah rasa takut yang sedikit ( singkat ). kemudian rasa takut sedang-sedang saja dan rasa takut berlebih-lebihan.

Kadar rasa takut yang singkat ( sedikit ) misalnya rasa takut pada seorang wanita karena hatinya mudah tersentuh. Dimana takut tergores di hati ketika ia mendengarkan alunan ayat - ayat Al Qur an, sehingga ia menangis dan meneteskan air mata. kadar demikian itu sama pula dengan perasaan sedih. jika rasa sedih atau takut ( terharu ) telah lenyap, maka ia akan melupakan nya sama sekali, Artinya, tidak membekas dan terkesan di dalam hatinya. Rasa takut yang demikian ini sedikit manfaatnya, seperti halnya dahan kecil untuk mencambuk kuda yang kuat. Dahan itu tidak mampu menyakitkannya sama sekali dan tidak berhasil menggiringnya ke suatu tujuan.

Itulah kadar takut yang ada pada kebanyakan orang, kecuali orang-orang yag arif atau para ulama, mereka memiliki rasa takut yang membekas dan dapat dijadikan cambuk untuk istiqamah dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Takut yang berlebih-lebihan adalah kadar takut yang melampau kewajaran, orang yang mempunyai takut berlebih-lebihan cenderung putus asa dan hilang harapan, Takut seperti ini justru mencegah seseorang untuk berbuat sesuatu.

Oleh sebab itu kadar takut yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat, ialah takut yang wajar-wajar saja. Takut yang bagaikan cambuk untuk mengantarkan seseorang sehingga mau melakukan sesuatu, Takut yang demikian ini menimbulkan sebuah harapan.

Manfaat rasa takut ''wajar'' ialah terciptanya sikap berhati-hati, wara' takwa, mujahadah, ibadah, berpikir, dzikir dan amalan-amalan mulia lainnya yang mengantar seseorang mencapai maqam di sisi Allah.

Takut dapat diartikan pula sebagai sikap menghindari sesuatu yang menyebabkan ia menderita, Seseorang takut kepada api, maka ia menghindari api karena khawatir terbakar, Seseorang takut berbuat maksiat, karena kemaksiatan itu tidak disukai, ia sadar kemaksiatan akan menyebabkan dirinya binasa, Begitu pula orang yang sedang sakit, ia tidak menyukai buah-buahan yang membahayakan , karena akan mengakibatkan kematian.

Jika rasa takut ini tidak ada pengaruhnya terhadap amal, maka wujud takut itu sepertinya tidak ada, Seperti ada cambuk, namun tidak dapat menambah gerakan kuda yang ditunggangi, Namun jika rasa takut itu berpengaruh, maka seseorang akan semakin sempurna dalam menjalankan amal taat.

Al Qur'an telah menyinggung tentang rasa takut ini, misalnya dalam surat As Sajdah ayat 16, diterangkan: Mereka berdoa kepada Tuhan karena takut dan tamak ( QS Asj Sajdah 16 ) 
Abu Hurairah ra, berkata bahwa Rasulullah swa, bersabda :
Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah swt, sebelum ada air susu yang masuk pada teteknya dan akan berkumpul debu-debu dalam perang membela agama Allah, serta asap neraka jahanam di tempat sampah seorang hamba.

Takut yang demikian itu mengandung pengertian takut kepada Allah, Adapun takut kepada Allah ialah takut terhadap siksaan nya, baik di dunia maupun di akhirat.

Abu Hasfsh berpendapat,''Takut ibaratlampu hati yang dapat menunjukkan kebaikan dan keburukan.'

Pendapat Abdul Qasim Al Hakim,''Orang yang takut terhadap sesuatu, tentu ia akan lari menghindarinya namun jika seseorang takut kepada Allah, Justru lari mendekatinya.''

Rasa takut terhadap Allah dan siksanya , ditandai dengan munculnya dorongan mencegah nafsu syawat dan membuang setiap kesenangan, melupakan perbuatan -perbuatan maksiat yang semula disenanginya, membenci semua itu karena dipengaruhi oleh suasana hati: hati yang takut  kepada Allah.

Bagi yang ingin mempertajam mata hati dan indra keenam, seharusnya demikian, membunuh hawa nafsu yang cenderung kepada maksiat. jika berhasil'membakar' hawa nafsu dan syahwatnya ( keinginan) terhadap kesenangan duniawim, maka ia akan menjadi manusia yang lemah lembut, khusyu' dalam mendekatkan diri kepada Allah, merasa hina di hadapannya dan pada akhirnya hati tenang. Maka ia tidak lagi sombong dan tidak pula ujub, Kebusukan dan kedengkian hatinya perlahan-lahan lenyap, karena dengki dan busuk hati merupakan penyakit jiwa yang merusak amal perbuatan, jika seseorang merasa takut kepada 'siksa' Allah tentu ia berusaha mencegah sekuat mungkin untuk menjaga hati dari penyakit itu.
Iman Ghazali mengibaratkan takut bagaikan binatang buas. Seseorang terjatuh pada cengkeramannya, Tentu orang tersebut berada dalam keadaan darurat. Ia tidak tahu, apakah binatang itu lengah sehingga ia bisa terlepas atau justru diterkamnya, maka karena rasa takut yang begitu hebat, memaksa hatinya berpikir dan tubuhnya berjuang, Begitu pula orang yang takut kepada siksa Allah, seharusnya lebih hebat perjuangannya dibandingkan usaha melepaskan dari terkaman binatang buas.

Minimal seseorang yang takut terhadap Allah dan takut terhadap siksaannya, dapat dilihat dari amal perbuatannya. Hendaknya ia mencegah diri dari perbuatan-perbuatan terlarang, jika ia berhasil mencegah diri dari yang demikian, biasanya disebut dengan ''wara' Apabila ia telah kuat dan mampu mencegah dari yang haram ( dilarang), maka akan ditingkatkan dengan mencegah diri dari sesuatu yang halal tapi meragukan, Tingkatan ini disebut takwa, sebab takwa adalah meninggalkan sesuatu yang meragukan, Kekhawatiran-kekhawatiran terjebak dari perbuatan terlarang sehingga meninggalkan yang halal ( tetapi meragukan ) adalah lebih utama.
Jadi rasa takut yang harus dipahami oleh penempuh jalan sufi adalah rasa takut secara lahir dan batin. Bukan takut yang hanya terbatas di dalam hati saja tetapi juga diikuti dengan lahiriahnya, yaitu mencegah nafsu syawat.

jika seorang telah takut berbuat maksiat ( sesuatu yang dilarang ) dan takut melakukan sesuatu yang halal tetapi meragukan maka itulah orang yang bertakwa, Sesungguhnya takwa adalah ibarat dari pencegahan perbuatan yang tidak baik, sesuai dengan yang dikehendaki oleh rasa takut.

Hati yang bersih tentu rasa takut kepada Allah lebih kuat dibanding dengan hati yang kotor( oleh maksiat ) Abu Sulaiman ad-Darari ra , berkata, ''tidak takut itu berpisah dari hati kecuali hati itu menjadi rusak,''
Selama manusia itu memiliki rasa takut kepada Allah, maka ia tetap menapaki jalan lurus. Ia tidak akan tersesat jalan , Tetapi ketika ia tidak lagi merasa takut, maka dengan mudahnya ia membelokkan langkah dari menuju kebenaran kepada jalan kesesatan.

Takut dan harap itu bagaikan dua sisi mata uang, Didalam hati manusia, harap dan takut selalu ada, Bergantung mana yang lebih kuat, jika harapan lebih kuat, maka ia dapat mengalahkan hati, dan akan menjadi rusak, Seharusnya takut didalam hati yang lebih kuat. Abu Sulaiman berpendapat, jika sikap takut telah tertanam, maka kemulian seseorang akan terangkat, jika rasa takut diabaikan, maka deraja ( kemulian) seseorang menjadi jatuh.
Orang-orang yang menempuh jalan sufi dan ingin memiliki ketajaman mata hati, mereka berusaha menanamkan rasa takut di dalam hati nya, mereka takut terhadap azab Allah, Ia lebih takut dari pada berpengharapan, sebab ia berpikir, jika selalu berharap mendapat ampunan , maka manusia masih saja cenderung menurutkan hawa nafsu, jika selalu berharap mendapat surganya maka tentu manusia kurang tulus dalam beribadah, Namun jika rasa takut demikian kuat menguasai hatinya, manusia akan senantiasa berbakti.
Demikianlah para sufi menempuh jalan hidupnya, mereka tidak selalu memohon kepada Allah swt, sebab dengan permohonan secara terus -menerus itu akan mengakibatkan ibadahnya tidak tulus, Tetapi mereka hanya berusaha menanamkan sifat takut kepada Allah, Karena dengan itulah hawa nafsu bisa dikalahkan, sehingga segala amal perbuatan pasti dilakukan dengan tulus  selalu mengharapkan ridha Allah swt. inilah riyadha ( latihan ) guna menjadikan kepekaan terhadap indra keenam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.